Rabu, 28 November 2007

Kenapa Harus Ada “Propinsi Kotawaringin”, Sebuah tinjauan SWOT Analysis

Luas Propinsi Kalimantan Tengah yang 153.800 Km2 (hampir 1,5x pulau jawa) dengan hanya 14 Kabupaten ditambah lagi dengan posisi ibukota Palangkaraya yang tidak dilalui Transportasi Laut, mengakibatkan Propinsi ini pertumbuhannya kalah bersaing dibandingkan 3 saudaranya di Kalimantan yaitu Kaltim, Kalsel dan Kalbar, apalagi bila dibandingkan dengan Propinsi di Sumatera, Sulawesi dan Jawa. Sedangkan luas Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara dan Lamandau bila digabung menjadi Propinsi Kotawaringin adalah 2 kali luas Propinsi Jawa Timur. Jadi syarat jumlah Kabupaten dan luas wilayah secara geografis teritorial terpenuhi untuk adanya sebuah propinsi baru, yaitu Propinsi Kotawaringin, dengan minimal 5 Kabupaten.
Akhir-akhir ini semakin marak tuntutan dibentuknya Propinsi Kotawaringin yang terdiri dari Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan, Kotawaringin Barat, Sukamara dan Lamandau. Semoga saja tuntutan ini benar-benar dari akar rumput atau keinginan masyarakat kabupaten tersebut, bukan hanya kaum elit lokal semata yang ingin bagi-bagi kekuasaan, agar kekuasaaan mereka tetap langgeng. Lalu, kenapa Kabupaten Katingan tidak termasuk yang menyuarakan Kotawaringin, padahal Kabupaten ini adalah hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Timur.

Strength
Sejarah
Sampit sudah disebut merupakan salah satu daerah yang pernah dikunjungi Patih Gajah Mada dari Majapahit dalam kitab “Negara Kertagama” karangan Mpu Prapanca pada abad ke-13, Selain itu juga pernah berdiri Kerajaan Sungai Sampit pada abad ke 13 di Sungai Sampit. Setelah Kerajaan Sungai Sampit tidak ada, berdiri pula Kesultanan Sampit selanjutnya. Bendera Kesultanan Sampit dapat dilihat pada link situs berikut :
http://www.crwflags.com/fotw/flags/id-sampi.html
Selain itu pernah lahirnya Kodam Tambun Bungai di Sampit ketika awal kemerdekaan RI, merupakan bukti kokohnya sejarah dan keterikatan wilayah Kotawaringin.
Sedangkan Pangkalanbun yang merupakan ibukota Kotawaringin Barat adalah bekas ibukota Kerajaan Kotawaringin pada abad ke-16 yang merupakan pecahan dari Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan.
Lalu kenapa Sampit atau Pangkalanbun tidak dijadikan ibukota Propinsi Kalimantan Tengah saat didirikan tahun 1958, melainkan Palangkaraya, padahal Sampit dan Pangkalanbun lebih dulu ada ? Palangkaraya dijadikan ibukota Kalimantan Tengah adalah menyesuaikan perencanaan Ir. Sukarno, Presiden RI saat itu, untuk menjadikan Palangkaraya sebagai ibukota pemerintahan Negara, sementara Jakarta sebagai ibukota ekonomi dan bisnis, yang kemudian ternyata Palangkaraya tidak jadi ibukota pemerintahan RI. Ambisi ini sebenarnya meniru Amerika Serikat dengan Washington sebagai ibukota Pemerintahan, sementara pusat ekonomi dan bisnis adalah New York. Belakangan yang berhasil menerapkan ini adalah Malaysia dengan ibukota pemerintahan pindah ke PuteraJaya, sedangkan pusat ekonomi dan bisnis adalah Kuala Lumpur.
Jadi, dari sisi sejarah, Sampit dan Pangkalanbun jelas lebih dulu ada dan berkembang dibandingkan Propinsi Kalimantan Tengah yang berdiri tahun 1958 dengan ibukotanya Palangkaraya yang dulu hanya merupakan Kecamatan Pahandut.

Perdagangan
Kota Sampit dan Pangkalanbun mempunyai Jalur Pelabuhan Laut yang memudahkan arus barang masuk, sehingga memudahkan dalam perdagangan, sedangkan Palangkaraya tidak memiliki Pelabuhan Laut, dimana arus barang melalui Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (ini menjadi Pendapatan bagi Kalsel), hal ini mengakibatkan harga-harga sembako di Palangkaraya tinggi yang merupakan barometer bagi Kalteng. Mayoritas ibukota Negara di dunia mempunyai Pelabuhan Laut, demikian pula dengan ibukota Propinsi di Indonesia, hanya Bandung, Yogyakarta dan Palangkaraya yang tidak dilalui Pelabuhan Laut. Bandung dan Yogyakarta lebih maju dari Palangkaraya, karena usianya sudah lebih dari 200 tahun jadi wajar saja. Makanya untuk Palangkaraya supaya maju seperti Bandung dan Yogyakarta, bisa jadi secara matematis memerlukan waktu 150 tahun (200 dikurangi usia Palangkaraya 50), ini tentunya hal yang tidak menguntungkan Bagi Sampit dan Pangkalanbun selagi masih di bawah Kalimantan Tengah. Pelabuhan laut adalah salah satu sarana penting perdagangan untuk Kemajuan suatu daerah atau kawasan.
Perkembangan terakhir, Bandara H. Asan Sampit telah membuka Jalur Penerbangan Jakarta-Sampit PP walaupun baru 3x seminggu. Jadi untuk urusan bisnis ke Jakarta, tidak perlu lagi ke Palangkaraya, cukup lewat Sampit.

Ekonomi
Efek domino dari adanya Pelabuhan laut di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat, adalah kedua Kabupaten ini merupakan penyumbang PAD terbesar Propinsi Kalimantan Tengah dibandingkan Kabupaten lainnya yang ada di Kalteng. Selain itu maraknya investasi Perkebunan Kelapa Sawit dan Pertambangan di daerah Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat semakin mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan ini. Kemajuan ekonomi, merupakan salah satu modal utama terbentuknya Propinsi Kotawaringin.

Weakness
Propinsi Kotawaringin belum memiliki dukungan elit politik dari pusat, minimal untuk sandaran politik. Bercermin terbentuknya Propinsi Bangka Belitung, mereka punya Yusril Ihza Mahendra (Menteri Kabinet, pada saat terbentuk Propinsi Babel). Propinsi Kepulauan Riau, mereka punya Ismeth Abdullah (Sebelum jadi Gubernur Kepri adalah Ketua Otorita Batam dan Direktur Utama Badan Bantuan Ekspor), Propinsi Kepri ini memiliki Batam, merupakan segitiga emas industri Kawasan Terpadu Sijori (Singapura, Johor dan Riau) . Propinsi Sulawesi Barat, mereka cukup dekat dengan Yusuf Kalla (wapres). Propinsi Gorontalo, mereka punya Fadel Muhammad (Chairman PT. Bukaka Teknik Jakarta dan Bendahara Golkar Pusat), yang sekarang sukses memimpin Gorontalo (Fadel Muhammad kemudian dianugerahi gelar Doktor Kehormatan oleh UGM tanpa melalui Pasca Sarjana S2 karena keberhasilannya mengangkat nasib nelayan Gorontalo dengan meningkatkan harga ikan di nelayan pertama dari Rp 2.500 menjadi Rp 17.500 dan menjadikan jagung sebagai komiditi utama dengan kualitas ekspor, sehingga nasib nelayan dan petani terangkat sebagai orang kaya baru, jadi gelar S2 atau S3 bukan dibeli atau diraih dengan mudah, seperti dilakukan banyak pejabat daerah saat ini, tapi didapatkan dari prestasi, sehingga kualitas gelar S2 dan S3 dapat dipertanggungjawabkan, bukan hanya embel-embel untuk naik pangkat, yang minim kualitas dan daya analisa). Propinsi Banten, mereka punya banyak elit politik di pusat, sebut saja misalnya salah satu penggagas Propinsi Banten adalah anggota DPR-RI saat itu Alm. Ekky Syahruddin, tokoh Banten lainnya adalah mantan menkoekuin Dorojatun Kuncorojakti yang juga mantan Dekan Fakultas Ekonomi UI. Propinsi Papua Barat, mereka punya Freddy Numbery (Menteri Kelautan). Propinsi Kotawaringin tidak punya siapa-siapa, mengingat minimnya orang Kalteng khususnya Kotawaringin yang berkarir politik dan berbisnis di Jakarta dan dapat diperhitungkan di tingkat Nasional. Kalaupun ada, bisa jadi anggota DPR-RI yang asli Kotawaringin hanyut dengan empuknya kursi DPR-RI, sehingga tidak ada suaranya untuk membela kampung halaman. Adanya seorang atau lebih tokoh, adalah penting untuk lobby politik.
Gerakan pemuda dan mahasiswa dari Sampit, Pangkalanbun, Kuala Pembuang, Sukamara dan Lamandau belum ada yang berani mengorganisir dan mengadakan demonstrasi di DPR-RI Jakarta, agar wacana “Propinsi Kotawaringin” menjadi perhatian untuk dibahas di DPR-RI, bukan hanya dalam bentuk klipping koran. Kembali bercermin sebelum terbentuknya Propinsi Babel, Kepri, Gorontalo, Sulbar, Banten dan Papua Barat, mahasiswa dan pemudanya mengadakan demonstrasi di DPR-RI untuk menunjukan eksistensi perjuangan apa yang dicita-citakan, seperti yang penulis saksikan melalui TV dan surat kabar waktu itu. Adanya demonstrasi pemuda dan mahasiswa dari Sampit, Pangkalanbun, Kuala Pembuang, Sukamara dan Lamandau adalah penting agar suara Propinsi Kotawaringin tidak hanya lokal dan bersifat marginal saja, tapi kedengaran sampai DPR-RI. Bila sudah masuk bahasan DPR-RI di Komisi II yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, dan Agraria, barulah disini bicara lobby politik dan ekonomi. Informasi tidak resmi yang penulis dapatkan di lapangan menyebutkan, untuk membentuk Propinsi baru dibutuhkan dana sekian M dan sekian M untuk para pembuat Undang-Undang tersebut. Propinsi Baru identik dengan Proyek Baru, sehingga bukan rahasia umum lagi, dibutuhkan dana untuk menggolkan proyek tersebut.
Belum adanya demonstrasi dari pemuda dan mahasiswa dari Sampit, Pangkalanbun, Kuala Pembuang, Sukamara dan Lamandau, terjadi karena kebanyakan umumnya orang kita di Kalteng melanjutkan studi kebanyakan di Yogyakarta, Semarang, Malang dan Surabaya, sedikit sekali yang berani studi di Jabodetabek dan Jawa Barat, sehingga untuk Demo di Jakarta mungkin ongkosnya mahal, dan mereka tidak tahu medannya bagaimana. Jangan pun untuk demo di DPR-RI, jangan-jangan pas di Jakarta malah tidak tahu jalan dan ditipu sopir taksi dengan argo kuda. Bahkan ada pameo bagi pendatang baru :”Ini Jakarta bung, kejamnya ibutiri tak sekejam ibukota Jakarta” Bahkan, Bang Yos mantan gubernur Jakarta pernah berkata : “Jakarta adalah tempat berkumpulnya para macan”. Selain itu, mahasiswa dari Kotawaringin inipun setelah lulus dari Jawa umumnya pulang kembali ke Kalimantan untuk melamar jadi PNS dengan status “fresh graduate”, bukannya mencari pengalaman kerja dulu di perusahaan-perusahaan besar dan berkualitas untuk belajar disiplin, efisiensi, teknis dan manajerial. Salah satu hasil riset menyatakan bahwa lulusan Perguruan Tinggi Indonesia dikatakan belum siap pakai ke lapangan kerja, cuma siap terima gaji, karena jauhnya kesenjangan sistem dunia kerja dan sistem dunia pendidikan di Indonesia.
Kualitas SDM di kawasan Kotawaringin dan tekanan politik dalam bentuk “demonstrasi” adalah salah satu faktor yang menentukan cepat atau lambatnya Propinsi Kotawaringin terbentuk selain lobby politik dan ekonomi tentunya.

Opportunity
Tingginya angka pengangguran di kawasan Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat baik pengangguran terdidik maupun tidak terdidik tentunya menjadi masalah bagi kawasan ini. Terbentuknya Propinsi Kotawaringin tentunya membutuhkan tenaga PNS baru, ini merupakan salah satu solusi bagi banyaknya Sarjana lulusan dari Jawa yang asli dari Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat yang menganggur. Hal lainnya adalah dengan dibangunnya Sarana dan Prasarana baru untuk Propinsi baru, merupakan peluang usaha baru bagi Konsultan dan Kontraktor kawasan ini yang sekaligus juga mampu menyerap tenaga kerja.
Tingginya PAD Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat dapat lebih dirasakan oleh kawasan ini bila Propinsi Kotawaringin terbentuk dengan dibangunnya sarana umum seperti infrastruktur transportasi, telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, sosial. Sehingga diharapkan tidak adalagi daerah yang tidak dapat dicapai oleh pemerataan pembangunan. Karena selama ini tingginya PAD Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat tersebut harus dibagi untuk Kabupaten lainnya yang PAD-nya kecil di Propinsi Kalimantan Tengah.
Adanya ASEAN Economy Community(AEC) atau Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 sebagai kelanjutan dari ASEAN Free Trade Area(AFTA) yang digagas pada saat KTT ASEAN di Bali tahun 2003 dan dideklarasikan pada saat KTT ASEAN ke -13 di Singapura tanggal 20 november 2007 lalu, tentunya salah satu peluang bagus bagi Propinsi Kotawaringin. AEC ini boleh dikatakan Uni Eropa versi ASEAN, AEC bermakna liberalisasi aliran barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja trampil, dimana berbagai hambatan perdagangan seperti bea masuk maupun nonbea masuk diturunkan bahkan dihapus, sehingga faktor produksi diberi keleluasaan untuk bergerak. Lalu apa korelasinya dengan Propinsi Kotawaringin ? Bila ada Propinsi Kotawaringin didukung otonomi daerah yang baik dengan produksi komoditi utama kelapa sawit dalam bentuk CPO dengan volume sangat besar melalui dua Pelabuhan Laut Sampit dan Pangkalanbun tentunya dapat menentukan pasokan CPO kawasan ASEAN, mengingat diatas tahun 2010 produksi sawit Indonesia diperkirakan sudah melampaui Malaysia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, dimana salah satu perkebunan sawit terbesar di Indonesia adalah Kawasan Propinsi Kotawaringin. Apalagi kalau CPO itu bisa diekspor dalam bentuk barang jadi minyak goreng dalam kemasan, tentunya akan menyerap tenaga kerja sekaligus solusi bagi pengangguran, bisa dibayangkan Propinsi ini akan jadi salah satu Propinsi terkaya di Indonesia. Kita lihat saja nanti, apakah setelah Propinsi Kotawaringin terbentuk bisa berperan pada AEC 2015 atau hanya bisa jadi tamu di kampung sendiri.
Kesempatan lain dengan adanya Propinsi Kotawaringin adalah melakukan program kerjasama dengan Propinsi dari Negara lain dalam bentuk program “Sister City”. Misalnya, kita lihat Program “Sister City” dalam bentuk Konservasi Hutan guna memerangi pemanasan global antara Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur dengan Negara Bagian California, Amerika Serikat yang akan dilaksanakan Desember ini. Program “Sister City” ini penting sebagai tolok ukur kemajuan suatu daerah, karena pada saat persaingan bebas, kemajuan suatu daerah bukan lagi dibandingkan dengan daerah lainnya dalam satu Negara, melainkan dibandingkan ataupun disandingkan dengan daerah dari Negara lain.

Threat
Secara politis, tantangan pertama yang dihadapi masyarakat Kotawaringin dalam mewujudkan Propinsi Kotawaringin adalah Statement Yusuf Kalla pada halal bihalal lebaran di Makassar, yang mengatakan “Stop Pemekaran”. Sah-sah saja Yusuf Kalla berkata demikian, bisa jadi Yusuf Kalla tidak mau dipusingkan dengan anggaran baru untuk propinsi baru, yang bisa mengurangi konsentrasi pilpres 2009 Yusuf Kalla. Pernyataan “Stop Pemekaran” ini diamini pula oleh Gubernur Kalteng Teras Narang saat menghadiri ulang tahun Kabupaten Kotawaringin Barat, padahal dulu Teras Narang gencar memperjuangkan pemekaran kabupaten di Kalteng, pasca Tragedi Sampit 2001. Kenapa Teras Narang baru bicara setelah ada Statement dari wapres, karena jelas saat ini adalah “bulan madu” Teras jadi gubernur, setelah kenyang makan “asam garam politik” di DPR-RI. Dia tidak mau kehilangan dua penyumbang PAD terbesar Kalteng yaitu Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Padahal jelas, pemekaran daerah untuk suatu kawasan tidak ada aturan, maupun Undang-Undang yang melarang pemekaran, bila syarat dan kondisi terpenuhi.
Kita lihat saja nanti, Propinsi Kotawaringin yang didukung oleh Wahyudi (yang konon katanya berteman dekat dengan Menteri Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi sebagai sesama alumni Lemhanas) dan Pengusaha asli Sampit Drs. Majdi Filmansyah, MBA, (yang memiliki jaringan bisnis Pelayaran Internasional serta punya koneksi dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) Taufik Effendi, Ahmad Norman Zamili (Aster TNI), Bardiansyah (Setneg)) melawan kubu yang tidak ingin pemekaran. Siapa yang menang apakah Wahyudi dan Majdi Filmansyah bisa mewujudkan Propinsi Kotawaringin melawan Teras Narang, yang memiliki jaringan cukup kuat dan berpengalaman di DPR-RI. Peranan Teras Narang juga kelihatan dalam penentuan Ketua PDI-P Katingan sehingga dengan mendukung Drs. Duel Rawing (Bupati Katingan) sampai terpilih mendapatkan “perahu PDI-P” untuk pilkada Mei 2008 dengan menyingkirkan Drs. Yan Teng Lie (Wabup Katingan), inilah kenapa Kabupaten Katingan tidak ikut menyuarakan Propinsi Kotawaringin, karena Bupatinya sudah berada dalam genggaman Teras Narang.
Tantangan selanjutnya adalah penentuan ibukota propinsi, bila Propinsi Kotawaringin terbentuk, bila tidak ditangani dengan baik, malahan bisa menimbulkan persoalan baru bagi Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Ini bisa mengakibatkan disintegrasi Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat sehingga Propinsi Kotawaringin gagal terwujud.
Apapun tantangan dan masalah yang dihadapi demi terwujudnya Propinsi Kotawaringin, bila dihadapi bersatu, hati lapang, kepala dingin dan mata terbuka, tentunya semua masalah dan tantangan adalah kecil dan bisa diantisipasi.


Copyright ©2007, Written by someone behind kotawaringin@yahoo.com
http://propinsikotawaringin.blogspot.com/

6 komentar:

Anonim mengatakan...

Senang sekali melihat semangat anda.. Wow!
Propinsi baru di Kalteng memang harus ada mengingat luasnya daerah dan potensi yang dimilikinya. Tetapi perlu juga dipikirkan bahwa untuk saat ini memang kita belum siap. Wacanakan dan suarakan saja terus agar semangat itu tidak mati, tentu saja dengan santun.
Perlu diketahui tidak semua warga Kotim sepenuhnya setuju dengan pembentukan Propinsi Kotawaringin. Hanya sebagian "tokoh masyarakat" (orang yang merasa dirinya tokoh) dan elite politik saja yang menggebu-gebu untuk meng"gol"kan rencana ini. Tentu saja dengan mengusung kepentingannya sendiri-sendiri. Untuk anda/penulis artikel ini, tentu saja anda bersemangat karena kedekatan anda dengan salah satu "tokoh" masyarakat tersebut diatas.
Perlu untuk dipahami bahwa penentuan ibukota Propinsi Kotawaringin ini nantinya akan jadi masalah (saya sudah pernah menulis tentang hal ini) dan jangan anggap remeh, hal tersebut sangat krusial untuk menggagalkan calon Propinsi yang kita impikan ini. Seperti yang juga anda tulis diatas dapat "mengakibatkan disintegrasi Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat sehingga Propinsi Kotawaringin gagal terwujud" dalam hal ini saya sependapat dengan anda. Bahkan menurut saya, secara obyektif kalau kita mau jujur, Pangkalan Bun sebagai kota yang memiliki banyak nilai historis dan letaknya yang strategis ditengah-tengah wilayah Kotawaringin lah yang pantas jadi ibukota Propinsi Kotawaringin yang kita wacanakan ini. Sebagai putra kelahiran Sampit, secara subyektif tentu saja saya tidak setuju kalau hal itu sampai terjadi.

Hal yang paling perlu saat ini bagi kota kita tercinta ini adalah membentuk Kota (dulu disebut Kotamadya) Sampit terlebih dahulu. Dengan meningkatnya infrastruktur, meningkatnya kualitas pendidikan dan kesehatan (3 hal yang menurut saya paling penting) nantinya Kota Sampit sebagai ibukota Kabupaten Kotim dan ibukota Kota Sampit akan semakin maju dan menjadi nilai tambah sendiri, dengan begitu kita akan berada dalam posisi tawar yang kuat. Setelah hal itu tercapai mari bersama-sama kita perjuangkan Propinsi Kotawaringin dengan Sampit sebagai ibukotanya.

Salam Damai,
Erick

Posted by: Erick Siswandi | June 13, 2008 08:33 PM

goehopinet mengatakan...

Salam..

Semangat memekarkan daerah Kotim Menjadi Propinsi Kotawaringin (setau saya Kotawaringin Raya) jelas adalah semangat emosional belaka, hanya ambisi politik "tokoh" perorangan semata. Apa mungkin ibukota propinsi hanya Kabupaten, demikian saja masih banyak persoalan yang harus ditindak selesaikan dan "tidak diTenggelamkan", misalnya Persoalan Pendidikan, Peningkatan SDM, so Pengentasan Kemiskinan, belum lagi persoalan infrasructur..

Salam

teguhsubagyo

Komunitas IPS 1 Pangkalan Bun mengatakan...

Izin mengopi artikel anda...

Kami akan pasang artikel ini pada blog kami sebagai bentuk peduli dan dukungan kami sebagai sesama warga Kotawaringin...

Anonim mengatakan...

Tentu saya setuju sekali dengan wacana pembentukan propinsi kotawaringin kalau itu semua tujuannya memang benar benar untuk mempercepat pembangunan wilayah ini, bukan untuk kepentingan yg lain atau tokoh atau elite politik tertentu. Sebagai warga kelahiran Sampit saya juga sangat setuju nantinya jika Sampit dijadikan ibukota dari propinsi kotawaringin ini karena letaknya yg sangat strategis, dekat dengan kota Palangkaraya, memiliki pelabuhan laut induk kelas II sebagai pilot project pembangunan dan daerah tingkat II otonom se-Indonesia yg diproyeksikan sebagai pelabuhan utama di Kalimantan Tengah, maka dengan syarat inilah saya setuju kalau nantinya Sampit yg akan dijadikan ibukota dari Propinsi Kotawaringin jika kelak terbentuk. Terima Kasih.

Espace culturel de Banten mengatakan...

Bravo. Apresiasi tinggi untuk putera-putera terbaik Kotawaringin. Senang, ada semangat baru untuk membangun Kotawaringin. Saya bisa sumbangkan hasil riset saya tentang Kotawaringin. Tks.

Anonim mengatakan...

Semangat sekali!!
Untuk para pemuda putra kotawaringin sebaiknya jangan tujuan kuliahnya ke yogya sama malang melulu,cobalah ke jakarta supaya bisa memperjuangkan kotwaringin di pusat. #pemimpinMasaDepan.